Kebiasaan merintangi niat terlahir ke Alam Sukhavati – Sebuah Contoh.
Berikut ini ada sebuah kisah nyata, bila dalam hati kita ada amarah, maka kebencian itu harus segera dilepaskan, karena sampai ajal sudah tak sempat lagi, mengapa harus dibawa sampai hari tersebut? Ketika melihat orang atau hal yang tidak kita sukai, kita rasanya ingin marah, maka kebiasaan ini harus segera dilepaskan, bila tidak maka saat menjelang ajal, kebiasaan ini akan menjadi kekuatan daya tarik sehingga kehilangan kesempatan terlahir ke Alam Sukhavati.
Saya pernah melihat seroang pasien wanita yang berusia sekitar lebih dari 60 tahun, saat kondisi penyakitnya sudah parah, berturut-turut selama 2 bulan, tidak dapat tidur berbaring , asalkan berbaring maka tidak bisa bernafas. Saya melihatnya begitu menderita dan menganjurkannya melafal Amituofo, dalam kondisi yang begitu menderita, dia membangkitkan niat melafal Amituofo, berharap bisa selekasnya terlepas dari penderitaan ini, terlahir ke Alam Sukhavati.
Mendekati Imlek kondisinya semakin parah, dan memintaku untuk mengundang para sahabat Dharma datang membantunya melafal Amituofo agar terlahir ke Alam Sukhavati. Kemudian saya mengumpulkan sahabat Dharma untuk melafal Amituofo, kami melafal bersama-sama, setelah satu setengah jam kemudian, tiba-tiba ada seorang anak muda yang sedang mabuk, menerobos masuk ke kamarnya, pasien ini jadi emosi, dengan mata yang terbelalak, dan mengangkat tangannya sambil menunjuk, namun sebelum amarahnya keluar dia sudah menghembuskan nafas terakhir!
Ternyata anak muda yang menerobos masuk itu adalah putranya, anaknya ini sudah lama meninggalkan rumah dan berkelana, karena itu selama ini dia begitu membenci anaknya, merasa seakan-akan tidak pernah melahirkan anak ini, maka itu dia tak pernah mengungkitnya pada orang lain. Sikapnya pada anaknya itu adalah “benci tapi rindu”, setiap memikirkan sang anak, dia pasti merasa kesal, siapa yang menyangka pada detik terakhir, tiba-tiba anaknya ini muncul, begitu melihat anaknya Buddha pun jadi dilupakannya! Kebencian dan amarah pun muncul dalam sekejab. Walau semua sahabat Dharma sedang membantunya melafal Amituofo, namun juga tidak bisa meredakan emosinya! Suara-suara Amituofo menjadi tidak kedengaran lagi baginya, yang tersisa hanyalah amarah. Sayangnya justru di saat itulah dia menghembuskan nafas terakhir! Satu kesalahan telah membawa penyesalan seumur hidup, begitu sulitnya kesempatan bertemu dengan penyelamatan Buddha, akhirnya terlewatkan sia-sia! Kemunculan pasien ini, memberikan kita peringatan keras! Sehingga kita harus memahami kekuatan daya tarik dari “kebiasaan” .
Dikutip dari ceramah Master Dao-zheng : “Teratai Mustika Yang Cacat”.