Minggu, 26 Mei 2013

Teratai Mustika Yang Cacat 017


Kebiasaan dapat menjadi kekuatan daya tarik, mengendalikan diri kita.

Andaikata ada seseorang yang bersalah pada diri kita, mungkin kita akan tidak suka pada dirinya, teringat saja sudah emosi,  apalagi kalau melihatnya, terasa ingin memarahinya, sehingga harus mengundang Buddha Amitabha sementara untuk ke pinggir dulu, karena sekarang hendak menyembah “dewa amarah”,  melupakan keseluruhan Alam Sukhavati! Mengapa kita tidak bisa mengendalikan pikiran kita, harus membiarkannya emosi? Juga menjadikannya sebuah kebiasaan, apakah kita harus menjadi budak dari amarah, bukan tuan rumah? Bila dalam keseharian kita membina kebiasaan ini, bagaimana ketika menjelang ajal, bukankah sangat membahayakan, mengapa? Karena bila kebiasaan telah dibina, maka akan  menjadi daya tarik yang besar yang akan mengendalikan kita.

Coba pikirkan mangkok makan, sumpit, sampai kasur yang kita tiduri, kepala menghadap ke arah mana juga merupakan “kebiasaan”. Setiap hari kita dikendalikan oleh kebiasaan kita, ketika bertemu masalah, maka kita akan menyelesaikannya menuruti kebiasaan kita. Tak perlu berpikir lagi, kebiasaan dan tabiat segera mengendalikan diri kita. Berada bersama orang lain juga akan mempengaruhi kebiasaan kita, dan dikendalikan oleh tabiat kita. Sebagian orang, ketika bertatap muka sangat sopan, lembut, ini juga akan menjadi kebiasaan. Ada juga orang yang tampak suka mengeluh, menyalahkan, semua tidak sesuai keinginannya, sikap ini juga akan menjadi kebiasaan. Banyak ayahbunda yang memiliki kebiasaan ini terhadap anaknya, begitu melihat anaknya langsung mengeluh. Dalam pergaulan tentunya akan mengakibatkan orang lain jadi tak senang pada kita, bukan hanya akan merintangi kehidupan kita bahkan juga akan merintangi kita terlahir ke Alam Sukhavati.


Dikutip dari ceramah Master Dao-zheng :  “Teratai Mustika Yang Cacat”.