Peluru berubah menjadi tasbih --- belenggu menjadi kuntum teratai.
Kisah Pasien Yang Diborgol (bagian 1)
Kejadian ini berlangsung ketika saya masih bertugas di rumah sakit, pada saat itu giliran saya yang menjaga Ruang Perawatan Intensif (ICU), suatu pagi ketika baru masuk kerja, saya sedang mencuci tangan, tiba-tiba terdengar perbincangan para suster yang sedang mencuci perlengkapan medis sambil berdiskusi tentang seorang pasien yang diopname di ruang bedah. Salah seorang suster berkata : “Orang itu sungguh lagak! Sudah sampai tahap begini, sudah akan dipenjarakan, masih merasa bangga, dia merasa kita adalah para bawahannya, memerintah kita, suka-suka memarahi kita, barusan tadi dia memarahiku!”
Karena saya selalu merasa bahwa pasien yang sedang didera penyakit, tentu saja tidak mungkin memiliki perasaan yang gembira, marah-marah dan tak senang adalah hal yang sulit dihindari. Setelah mendengar percakapan mereka, saya merasa hal ini sudah biasa, makanya tidak berminat untuk mengetahui lebih lanjut. Kemudian setelah bersama kepala rumah sakit mengadakan pemeriksaan kamar, barulah diketahui ternyata ada seorang pasien yang dijaga polisi dan kakinya diborgol.
Sensasi Kaohsiung --- Otak pelaku kasus baku tembak.
Saya tidak memiliki kebiasaan membaca suratkabar, maka itu tidak mengetahui kejadian yang sedang terjadi, suster menertawakan diriku : “Dokter Guo! Anda sampai-sampai bisa tidak mengetahui sensasi kasus baku tembak yang menghebohkan Kaohsiung!” Saya tertawa dan menjawab : “Saya hanya mengenal Alam Buddha Amitabha yang begitu damai, di mana burung-burung mengumandangkan Dharma, bunga-bunga yang memancarkan cahaya, tiada insan yang berkelahi!”. Kabarnya pasien itu adalah salah satu otak pelaku penembakan, di dadanya terdapat sebutir peluru, dan dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi dan menjalani opname.
Ketika melakukan pemeriksaan kamar, saya melihat pasien ini masih berusia muda, setelah menjalani pembedahan, bagian dadanya masih harus dipasang beberapa selang, sungguh menderita, dia tidak bisa berbaring maupun duduk, jadi hanya bisa setengah berbaring dan setengah duduk, bernafas pun terasa begitu susah, ketika melihat kakinya yang diborgol, hatiku terasa ikut pedih, anak yang masih begitu muda sudah harus masuk penjara, kehidupan penjara akan memberikan pengaruh apa pada dirinya?
Kebajikan dan kejahatan hanya ada pada satu niat.
Saya yakin bahwa setiap makhluk memiliki jiwa KeBuddhaan, hendak melakukan kebajikan atau kejahatan hanya terletak pada sebersit niat pikiran. Melakukan kebajikan atau kejahatan menuruti perubahan jalinan jodoh, bagaikan air yang dapat menggerakkan perahu atau membalikkan perahu. Manusia dapat menuruti jalinan jodoh berbuat kebajikan dan mencapai KeBuddhaan, bersukacita tanpa kerisauan; namun juga bisa mengikuti jalinan jodoh yang buruk dan menghabiskan nyawa orang lain, merampok dan menikmati buah pahit yang tiada habisnya. Saya selalu mengawasi pikiranku, jalan pemikiranku, kadang kala juga buruk, kadang kala pula baik.
Tidak ada manusia yang baik secara keseluruhan atau jahat keseluruhannya, walau pernah jatuh ke neraka juga bisa mencapai KeBuddhaan.
Ketika Buddha Sakyamuni membabarkan Dharma di dunia ini, pernah suatu kali membabarkan pada para siswa Nya bahwa di masa kehidupan lampau Nya juga pernah menjadi orang jahat dan menjalani penderitaan di neraka, namun kemudian setelah menempuh jangka waktu yang panjang melatih maitri karuna dan kebijaksanaan, akhirnya menjadi Buddha. Maka itu kita dapat melihat tidak ada manusia yang baik keseluruhannya atau jahat keseluruhannya.
Mata Buddha, senantiasa memandang sekelompok Jiwa KeBuddhaan yang sedang bersalah.
Saya selalu teringat pada tekad Buddha Amitabha : walaupun ada makhluk yang melakukan kejahatan berat, walau sampai detik ajal, dia baru berkesempatan mendengar nama Buddha Amitabha, asalkan dia bersedia bertobat, dengan setulusnya melafal Amituofo sampai 10 kali, Buddha juga akan menjemput insan ini ke Alam Sukhavati, di mana dalam suasana nya nan damai dan jalinan jodoh yang baik, dia akan melatih diri mencapai KeBuddhaan, ibarat mengecap pendidikan di sekolah dengan fasilitas terbaik.
Saya sangat berterimakasih pada Buddha Amitabha yang begitu suci, berhati maitri karuna, mata Buddha senantiasa memandang para makhluk berdosa sebagai Jiwa KeBuddhaan yang sedang terkotori debu, maka itu berusaha mencari cara agar Jiwa KeBuddhaan yang terselubung itu dapat muncul keluar.
Ternyata saya sendiri juga adalah orang jahat.
Teringat masa kecil ketika menonton film bioskop, ketika melihat orang jahat berhasil ditaklukkan, semua penonton akan bertepuk tangan. Setelah dewasa asalkan ada waktu luang saya akan membaca sutra Buddha, bercermin diri, menyadari bahwa diriku juga adalah orang jahat, hanya saja orang jahat yang lebih beruntung, Untungnya ketika niat burukku timbul, kekuatan Buddha segera memberkatiku, kebetulan tak ada jalinan jodoh, sehingga saya tak memiliki kesempatan untuk bertindak. Ketika niat burukku timbul, semua ajaran para Buddha, Bodhisattva, ayahbunda dan guru akan muncul, menghalangiku untuk bertindak, sehingga saya tidak sempat menciptakan malapetaka.
Dikutip dari Ceramah Master Dao-zheng :
Kelompok Gangster Berubah Menjadi Pesamuan Kolam Teratai